Institut pendidikan Amerika Serikat, AMINEF, mulai tahun ini memiliki direktur baru bernama Alan H. Feinstein. Namun, penerima beasiswa Fullbright untuk program doktor ini ternyata mencintai Indonesia.
Ditemui VIVAnews di kediaman Duta Besar AS untuk RI, Robert Blake, di Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis malam, 6 November 2014, Feinstein mengaku fasih berbahasa Indonesia dan Jawa. Bahkan, disertasinya di Universitas Michigan, meneliti mengenai penampilan seni di Jawa Tengah.
"Saya kenal budaya Jawa tahun 1968 lalu. Saat itu saya yang masih mahasiswa S1 di Universitas Wester di Connecticut begitu terpukau menyaksikan pertunjukkan tari dan musik dari kelompok seniman Jawa," kata dia dengan aksen Jawa yang begitu kental.
Dari pengalaman itu, tiga tahun kemudian, Feinstein memutuskan untuk menjejakkan kaki di Indonesia. Anehnya, begitu tiba di Indonesia, Feinstein malah merasa bodoh.
"Karena saat itu, saya hanya mengetahui mengenai gamelan. Begitu banuak hal yang tidak saya ketahui, lalu ingin memperdalam mengenai hal itu," ujarnya.
Pengalamannya belajar Bahasa Indonesia dan Jawa pun tidak kalah unik. Semula, dia mempelajarinya secara otodidak. Hal itu berawal, karena begitu banyak warga Indonesia yang melihatnya tengah berada di warung, lalu mengajaknya mengobrol.
"Ketika saya mampir ke warung atau toko, beberapa orang kerap bertanya sesuatu seperti: dari mana, sudah berapa lama di Indonesia, sudah punya istri belum, anaknya ada berapa. Karena menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, saya mulai sedikit demi sedikit belajar Bahasa Indonesia," katanya mengenang.
Pengalaman serupa juga terjadi ketika dia berkunjung ke Ungaran. Karena sering mampir ke warung, Feinstein lalu sering disapa warga lokal dengan Bahasa Jawa.
Dia mengaku tidak pernah mengambil kursus Bahasa Jawa. Untuk memahami bahasa itu, dia bahkan belajar dari para Romo yang tinggal di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.
"Semula, saya belajar Bahasa Jawa halus. Lalu, karena saat berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa itu, beberapa teman lalu protes. Mereka mengatakan Bahasa Jawa saya terlalu kaku," kata dia.
Alhasil, Feinstein mulai mempelajari Bahasa Jawa kasar. Dia menyebut dalam Bahasa Jawa, memang ada tingkatannya.
"Saya memang senang mempelajari Bahasa Jawa, tetapi tidak menganggap diri ahli," imbuh dia.
Tingkatkan Beasiswa
Terkati posisinya sebagai Direktur baru AMINEF, Feinstein berharap dua hal. Pertama, dia ingin meningkatkan jumlah pemberian beasiswa Fullbright kepada para pemuda dari Indonesia. Kedua, dia berharap, bisa memberikan beasiswa itu kepada orang yang tepat.
"Jadi, kami ingin menemukan orang yang berbakat tetapi tidak lagi didominasi oleh orang-orang yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Kalau memungkinkan, kami ingin menjangkau mereka yang belum memiliki kesempatan," ujarnya.
Untuk tahun depan, jumlah beasiswa Fullbright yang disiapkan sebanyak 200 buah. Feinstein menyebut tidak ada kuota pemberian beasiswa setiap tahun.
"Karena itu semua tergantung anggaran. Tetapi, kalaupun anggarannya habis, maka kami akan mencarikannya dari institusi lain," imbuh dia.
Yang terpenting, para penerima beasiswa Fullbright ini, merupakan orang-orang terpilih, karena proses seleksinya cukup ketat. (ren)